#TrekkingHistory Misteri K2 yang tak Terungkap Sejarah Panjang Pendakian Gunung K2 Part 3

0
5037
Halaman:
1
2
3
Sertakan sumber dengan jelas jika ingin mencopy. Selalu cek tanggal, karena mungkin ada beberapa artikel lama yang belum disesuaikan dengan fakta terbaru

Wiesnner vs Durrance

AAC, yang secara resmi merupakan sponsor ekspedisi ini, menyadari akan hal tersebut. Sayangnya, tanpa konsultasi dengan Wiessner AAC merekrut pendaki ke-enam, Jack Durrance menjelang keberangkatan team. Saat itu Durrance berumur 26 tahun, dinilai akan bermanfaat bagi team mengingat pengalaman pendakiannya di Alps dan Tetons yang sangat mengesankan. Disamping itu, Durrance menghabiskan masa remajanya di Jerman, sehingga diharapkan dapat segera 'nyambung dan klop' dengan Wiessner yang juga kelahiran Jerman.

Namun hal tersebut tidak pernah terjadi, bahkan malah sebaliknya. Durrance tidak dikehendaki oleh Wiessner sejak awal, dan Durrance pun mengetahui hal itu. Mereka berdua tidak pernah bisa bekerja sama dengan baik.

Tiba di Srinagar (April 1939)

Pertengahan April 1939, akhirnya team Wiessner yang terdiri dari enam pendaki tiba di Srinagar. Sama dengan ekspedisi sebelumnya, di sini Wiessner juga merekrut sembilan orang Sherpa dari Darjeeling sebagai high-altitude porter. Bukan kebetulan bila lima diantaranya adalah Sherpa yang ikut ekspedisi Houston setahun sebelumnya. Long-march dari Srinagar ke base-camp dimulai pada 2 Mei dengan disertai seratus dua-puluh tiga orang porter lokal pengangkut logistik. Mereka tiba di base-camp pada 31 Mei.

Kepincangan team ini mulai terjadi bahkan sejak pendakian belum dimulai. Beberapa hari setiba di base-camp, salah seorang pendaki mengalami sakit yang berlarut-larut hingga tidak dapat berpartisipasi dalam pendakian. Namun diluar dugaan, Dudley Wolfe, yang semula dianggap sebagai pendaki terlemah dan bisa bergabung dalam team karena Wiessner berkepentingan dengan uangnya, ternyata menunjukkan performa yang luar biasa. Selain Wiessner dan beberapa orang Sherpa, Wolfe adalah satu-satunya pendaki yang mampu mencapai camp VIII di ketinggian 7,710 m.




Dudley Wolfe. Hari terakhir sebelum mencapai basecamp K2. 31 Mei 1939
Dudley Wolfe. Hari terakhir sebelum mencapai basecamp K2. 31 Mei 1939

Bagaimana dengan Durrance? Perkiraaan AAC terhadap peran Durrance ternyata salah besar, meskipun Durrance adalah pendaki yang sarat pengalaman, namun tidak menjadikan dia menjadi pendaki yang tahan banting dengan masalah ketinggian. Baru di ketinggian 6,100 m, dia sudah mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan tipisnya udara. Pada akhirnya Durrance memang tidak pernah mampu mendaki lebih tinggi dari 7,150 m. Dia lebih banyak berperan sebagai support. Peran ini memang sangat menentukan keberhasilan team tetapi tentu saja suatu hal yang tidak akan disukai oleh pendaki manapun lebih-lebih sekaliber Durrance.

Artikel Terkait :  #TrekkingHistory Sejarah Pendakian Gunung Everest, Zona Kematian dan Etika Pendakian

Kembali ke atas  - Misteri K2 yang tak terungkap

Bersama Pasang Dawa Lama di ketinggian 7,940 m

Dalam waktu relatif singkat, sekitar empat-puluh lima hari sejak sampai di base-camp, Wiessner dan salah seorang Sherpa bernama Pasang Dawa Lama, telah berhasil mencapai camp IX. Lebih cepat 5 hari dari pendakian Houston sebelumnya.

Camp ini berada pada ketinggian 7,940 m, sekitar 670 m dari puncak, merupakan camp terakhir menjelang summit. Ini tentu saja tidak terlepas dari jasa Houston dkk yang telah merintis jalur pendakian untuk Wiessner setahun sebelumnya.

Summit Attack K2 - Misteri K2 yang tak terungkap

19 Juli 1939, menjelang jam sembilan pagi, Wiessner dan Dawa Lama meninggalkan camp IX untuk melakukan summit attack. Sejak meninggalkan camp, Wiessner selalu mendaki di depan. Di sini mereka harus berhadapan dengan jalur pendakian yang belum dikenal, sebab Houston dan Petzoldt setahun sebelumnya menyerah sekitar lima-belas meter jalur vertikal sebelum camp IX. Kehandalan Wiessner sebagai pendaki benar-benar diuji. Jalur yang dihadapi saat itu lebih sulit dibandingkan dengan jalur pendakian manapun di Karakoram atau Himalaya, dan Wiessner praktis merintis semua jalur pendakian seorang diri, pada ketinggian di atas 8,000 m dan tanpa tabung oksigen. Dawa Lama lebih banyak melakukan belaying, yaitu membantu mempertahankan keseimbangan pendaki di depannya.

Wiessner baru berhasil mengatasi semua jalur sulit menjelang malam hari sekitar jam 18.30, saat itu mereka sudah mencapai ketinggian 8,380 m, tinggal sekitar 230 m lagi menuju puncak. Jalur pendakian yang ada di hadapan mereka sekarang ibarat tinggal ‘jalan bebas hambatan’.Puncak K2 praktis sudah ada dalam genggaman.

Kembali ke atas  - Misteri K2 yang tak terungkap

Next Sebuah Dilema, Hidup dan Mati, Puncak K2 vs Partner

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.