Sebuah Dilema, Hidup dan Mati, Puncak K2 vs Partner
Saat Wiessner mulai mendaki lagi dengan penuh semangat, Dawa Lama – dengan ekspresi ketakutan – ‘memohon’ agar pendakian dilanjutkan esok hari. Dawa Lama, juga para Sherpa yang lain pada saat itu, umumnya mempunyai keyakinan bahwa roh jahat akan berkeliaran di puncak-puncak gunung saat malam hari. Takhayul ini tentu saja tidak berlaku bagi Wiessner. Untuk sesaat, Wiessner sempat berpikir untuk mendaki sendirian ke puncak, tetapi tidak sampai hati meninggalkan Dawa Lama karena dia tahu bahwa partnernya tersebut tidak akan mampu turun sendirian ke camp IX. Dengan berat hati, Wiessner akhirnya memutuskan turun kembali ke camp IX dan bermaksud mengulang kembali summit-attack pada hari berikutnya, sesuatu yang saat inipun tidak lazim dilakukan.
Banyak pengamat kemudian mengatakan bahwa seandainya ada pendaki yang mampu mencapai puncak K2 seorang diri pada malam hari, maka orang itu adalah Fritz Wiessner. Pendapat tersebut dibantah Ed Viesturs yang menyatakan tidak setuju dengan pendapat itu. Menurutnya, seandainya malam itu Wiessner memutuskan untuk mendaki sendirian, dia tidak akan selamat. Sedangkan Dawa Lama yang ditinggal dan tidak dapat turun sendiri, akan tewas membeku kedinginan. Dan seandainya mereka berdua memutuskan untuk terus mendaki, nasib mereka akan sama mengenaskan dengan Mallory dan Irvinne di Everest lima-belas tahun sebelumnya. Dengan kembali turun, menurut Viesturs, Wiessner sudah membuat keputusan yang tepat.
Keberuntungan yang tak berpihak
Karena kelelahan, Wiessner dan Dawa Lama memutuskan untuk istirahat satu hari di camp IX dan baru kembali melakukan summit attack dua hari kemudian. Pada 21 Juli, mereka berangkat jam enam pagi, tiga jam lebih awal dari keberangkatan sebelumnya. Melalui jalur yang sudah mereka kenal, Wiessner berharap dapat mendaki lebih cepat. Rupanya keberuntungan kembali tidak berpihak pada Wiessner, kali ini crampon-nya lepas dan jatuh saat mendaki di atas lapisan es yang keras. Tanpa crampon, tidak ada yang dapat mereka lakukan. Untuk kedua kalinya mereka harus kecewa, Wiessner dan Dawa Lama harus kembali ke camp IX.
Keesokan harinya mereka turun ke camp VIII karena kehabisan logistik dan tidak mempunyai crampon cadangan di camp IX. Rencana Wiessner adalah mengambil logistik dan crampon cadangan yang seharusnya sudah disalurkan dari camp bawah, naik kembali ke camp IX dan mencoba summit attack lagi. Seandainya crampon cadangan tidak ada, Wiessner merencanakan untuk meminjam milik Wolfe yang seharusnya masih menunggu di camp VIII.
Kembali ke atas - Misteri K2 yang tak terungkap
Misteri K2 yang tak Terungkap
Sesampai di camp VIII, Wiessner sangat terkejut menjumpai bahwa supply logistik belum datang. Dia hanya mendapatkan Wolfe menunggu sendirian, sudah dua hari kehabisan logistik. Meski kecewa, marah dan panik, Wiessner tetap berusaha optimis. Dia ingat bahwa di camp VII, yang hanya sekitar 180 vertikal meter di bawah, masih memiliki persediaan logistik dan crampon cadangan saat mereka tinggalkan menuju camp VIII delapan hari sebelumnya. Siang itu, mereka bertiga menuju camp VII.
Kondisi camp VII ternyata lebih buruk. Bukan hanya sekedar kosong, tetapi tenda mereka porak-poranda dan hampir roboh, seolah-olah telah terjadi kekacauan, persediaan logistik yang seharusnya masih ada juga tidak mereka jumpai. Hal yang sama juga terjadi di camp VI hingga camp II. Wiessner menduga telah terjadi sabotase saat mereka bertiga berada di camp atas, tetapi siapa yang melakukan? mengapa? dan untuk apa? sampai sekarang tetap menjadi misteri sebab tidak pernah ada kejelasan mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Tidak ada satu pihak pun yang menyatakan bertanggung jawab atas peristiwa ini, sampai sekarang.
Ganasnya K2 merenggut Dudley Wolfe
Dalam perjalanan turun, karena kehabisan tenaga, Wolfe terpaksa memutuskan untuk tinggal di camp VII sementara Wiessner dan Dawa Lama turun mencari bantuan. Mereka baru berhasil mencapai base camp dua hari kemudian dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Di base camp, Wiessner menjumpai kenyataan bahwa dua pendaki anggota teamnya telah mendahului pulang. Durrance sendiri tidak dapat memberikan jawaban yang masuk akal saat Wiessner minta penjelasan mengapa seluruh camp ditinggalkan tanpa persediaan logistik. Hal ini menjelaskan bahwa Durrance dan Wiesnner memang tidak dapat bekerja sama dengan baik.
Keesokan harinya, upaya penyelamatan Wolfe dilakukan oleh empat orang Sherpa, Pasang Kikuli, Pasang Kitar, Phinsoo dan Pasang Tsering. Di camp VI, salah seorang Sherpa, Tsering, ditinggal supaya dapat mempersiapkan logistik saat ketiga Sherpa penolong nanti turun dari camp VII bersama Wolfe. Namun, selama dua hari mereka tidak kembali turun, Tsering yakin telah terjadi sesuatu terhadap Wolfe dan ketiga Sherpa penolongnya. Dengan panik Tsering segera memutuskan untuk kembali turun ke base camp.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Wolfe, Kikuli, Kitar dan Phinsoo juga tidak pernah diketahui dengan pasti. Mungkin ketiga Sherpa tersebut diterjang longsor salju, antara camp VI dan camp VII, atau mungkin juga ketiganya berhasil mencapai camp VII tetapi kemudian mengalami kesulitan saat harus membantu Wolfe turun dan keempatnya jatuh ke jurang, mengingat tubuh Wolfe yang cukup besar.
Upaya akhir penyelamatan Wolfe kemudian dilakukan oleh Wiessner sendiri. Dengan ditemani dua orang Sherpa, dia kembali mencoba naik ke camp VII. Akan tetapi karena kondisinya yang masih kelelahan, dalam dua hari mereka baru mencapai camp II dan Wiessner sudah tidak mampu lagi untuk mendaki lebih tinggi. Saat itu, sudah tujuh hari Wolfe ditinggal sendirian di camp VII tanpa persediaan logistik. Badai salju yang kemudian turun membuat usaha penyelamatan menjadi mustahil dilakukan.
Team Wiessner yang sudah compang-camping akhirnya menyerah dan memutuskan untuk meninggalkan base camp dua hari kemudian. Fritz Wiessner setiba kembali di base-camp dalam kondisi fisik dan mental yang hancur.
Kembali ke atas - Misteri K2 yang tak terungkap
Kontroversi kematian Dudley Wolfe
Tidak dipungkiri bahwa Wolfe adalah orang kaya, dan ikut andil dalam menyokong dana ekpspedisi Wiesnner. Namun hal ini memicu skandal di AS dan Inggris, setelah kematian Wolfe. Beberapa pihak yang menyatakan bahwa kematian Wolfe terkait dengan Fritz Wiessner dan Jack Durrance yang dituduh memanfaatkan kekayaan Wolfe dan kemudian membiarkannya meninggal sendirian di atas gunung. Namun ini sangatlah tidak logis mengingat Wiesnner lebih memilih menyelamatkan Dawa Lama untuk turun daripada melanjutkan summit.
Penemuan jasad Dudley Wolfe
Jasad Dudley Wolfe – atau lebih tepatnya sisa jasad – ditemukan tahun 2002 oleh Araceli Segarra, pendaki wanita dari Spanyol. Di sepanjang glasier Godwin-Austen, di kaki bagian tenggara K2, Segarra menemukan tulang paha dan tulang panggul manusia. Di sekitarnya juga ditemukan berserakan kanvas bekas tenda, tali-tali tenda serta beberapa sobekan bekas pakaian pendaki. Sebagai penanda, ditemukan juga sarung tangan dengan nama WOLFE yang disulam dalam huruf besar semua.
Dari penemuan ini kemudian di-interpretasikan bahwa antara tahun 1939 hingga 1954, tenda di camp VII dengan jenazah Wolfe berada di dalamnya telah diterjang longsor salju, kemudian terbawa aliran glasier sampai ke kaki gunung. Kemungkinan besar ketiga Sherpa penolong tidak pernah mencapai camp VII dan sampai sekarang jenazah mereka tidak pernah ditemukan.
Kembali ke atas - Misteri K2 yang tak terungkap
Andil besar Wiesnner akan K2
Meskipun akhirnya Wiessner gagal mencapai puncak, tetapi apa yang dilakukannya di K2 tetap mendapat pujian dari banyak pengamat. Disaat puncak K2 yang sangat diinginkannya sudah berada dalam jangkauan, disaat sedemikian tergodanya dia untuk terus mendaki sendirian ke puncak, Wiessner tetap lebih menomor-satukan keselamatan partnernya, Pasang Dawa Lama, dan memutuskan untuk kembali turun.
Dalam perjalanan hidupnya, Dawa Lama kelak menjadi salah seorang Sherpa terbaik pada zamannya. Dia banyak terlibat dalam ekspedisi Himalaya, pencapaian paling spektakulernya adalah saat bersama dua pendaki Austria – Herbert Tichy dan Joseph Jöchler – pada 19 Oktober 1954, berhasil untuk pertama kalinya ‘menaklukkan’ puncak Cho Oyu (8,201 m), yang merupakan gunung tertinggi nomor enam di dunia.
Pada tahun 1960-an, seorang pendaki Amerika yang sedang berkunjung ke Nepal, Galen Rowell, sempat bertemu Dawa Lama. Saat Rowell bertanya mengenai ekspedisi 1939, mata Dawa Lama terlihat langsung berkaca-kaca, dia tidak kuasa menyembunyikan emosinya saat bercerita. Dawa Lama mengakhiri ceritanya dengan pesan kepada Rowell :“Sampaikan salam saya pada sobat Fritz….., di K2 dia menyelamatkan nyawa saya”. Hal ini menandakan bahwa saat Wiesnner summit-attack K2 pertama kali bersamanya, ia memang tidak mungkin bisa melanjutkan pendakian dan tidak mungkin turun sendiri, nyawanya ada di keputusan Wiesnner, lanjut naik atau turun.
Bagi Fritz Wiessner sendiri, meskipun K2 adalah puncak dari segala impian sepanjang hidupnya – sama berartinya dengan Everest bagi George Mallory – namun dia tidak pernah menyesali keputusan yang dia buat pada senja hari 19 Juli 1939, 230 m dari puncak K2. Dalam tulisannya tahun 1984, Wiessner mengatakan “……seandainya waktu itu saya memutuskan untuk terus mendaki, maka saya akan menjadi sangat lemah karena pikiran saya tidak akan bisa lepas dari Dawa Lama yang tidak berdaya. Dia sedemikian takutnya dan saya sangat menyukai Dawa Lama.Dia adalah partner terbaik saya”.
Sejak ekspedisi 1939 tersebut, Wiessner tidak pernah lagi kembali ke Karakoram atau Himalaya, tetapi tetap aktif sebagai pendaki hingga usia lanjut. Wiessner meninggal karena stroke di usia 88 pada 3 Juli 1988.
Misteri K2 yang tak terungkap. Diedit seperlunya dari https://www.kompasiana.com/rexthecat