#Freelancer Rate per Jam atau per Proyek?

0
3781
Halaman:
Sertakan sumber dengan jelas jika ingin mencopy. Selalu cek tanggal, karena mungkin ada beberapa artikel lama yang belum disesuaikan dengan fakta terbaru

Rate per Jam atau per Proyek?

Saya tidak bisa menjawab saat klien menanyakan tarif dengan hitungan jam.

Saya menjelaskan apa adanya, kalau selama ini tidak pernah memakai rate per jam. Saya selalu menghitung per proyek/pekerjaan berdasarkan tingkat kesulitan dan kebutuhan, namun dibatasi dengan waktu. Lalu klien menyarankan saya untuk memikirkan dan mulai menghitung tarif rate per jam.

#Freelancer Rate per Jam atau per Proyek?
#Freelancer Rate per Jam atau per Proyek?

Saya lalu berfikir, rate perjam adalah hal yang salah untuk sebuah pekerjaan yang belum pasti. Namun saya masih belum bisa menjelaskan "kenapa rate per jam adalah hal yang salah". Sampai saya menemukan sebuah artikel yang menarik dan pas dengan masalah saya.

Pada dasarnya ada 2 macam pekerjaan terkait dengan jasa. Hal ini sesuai dengan sistem pengadaan di pemerintah.




  • Pekerjaan Jasa Konsultansi, dan
  • Pekerjaan Jasa Lainnya

Pekerjaan Jasa Konsultansi

Pekerjaan jasa konsultansi adalah hal yang rumit hitungannya. Rate nya bukan per item pekerjaan tapi gaji bulanan Tenaga Ahli. Ini pun didukung dengan penjelasan secara rinci jadwal, metode, konsep, desain, jadwal, penugasaan dll terkait pekerjaan yang akan dilaksanakan. Hanya perusahaan yang berpengalaman dan mempunyai tenaga ahli yang memadai saja yang mendapat pekerjaan jenis ini.

Pekerjaan ini  mengutamakan brinware (kemampuan berfikir). Tapi pekerjaan "Jasa Konsultansi" biasanya sudah ditentukan dengan spesifikasi, tujuan dan hasil yang jelas.

Contoh : Klien ingin membuat aplikasi toko. Klien perlu menjelaskan Aplikasi Toko yang bagaimana? Jika Klien tidak bisa menjelaskan aplikasi tokonya bagaimana, penyedia akan membantunya namun ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan lagi karena ini bukanlah hal yang mudah.

Pekerjaan konsultansi yang umum di masyarakat adalah dokter, psikiater, pangacara dll yang hanya memberikan konsultansi dan saran. Solusi atau saran tersebut mau dilaksanakan oleh klien, bukanlah urusan mereka. Hanya support, dukungan, saran yang mereka berikan. Eksekutor tetap ada di klien. Yang pasti saat kita konsultansi ke dokter atau pengacara, kita harus membayar biaya konsultansi, walaupun kita tidak melaksanakan anjuran/saran tersebut.

Pekerjaan Jasa Lainnya

Pekerjaan ini hampir sama dengan jasa konsultansi tapi lebih ke skill (keterampilan). Sebuah pekerjaan yang menggunakan jasa, tapi jasanya tetap dan tidak berubah, kalaupun berubah tidak lah banyak. Misal setting internet, pengetikan, jasa potong rumput, jasa pasang genteng, dll. Hanya mengerjakan sesuatu yang sudah ada konsep, bahan dan tujuannya.

Rate dari pekerjaan jasa lainnya ini adalah per item pekerjaan. Bukan per-jam, hari, minggu atau bulan

Pekerjaan ini tidak perlu dipusingkan dengan pertanyaan "Bagaimana supaya bangunan ini tampak lebih megah?" Bahan dan warnanya bagaimana? Posisinya dimana? Bagaimana supaya website saya lebih menarik banyak pengunjung?"  dan pertanyaan konsultansi lainnya.

Chris Haddad  dalam tulisannya berjudul “Why I Don’t Work Hourly and Neither Should You”  dapat diambil beberapa point penting, mengapa Anda tidak menggunakan rate per jam. .

Membingungkan Klien dan (akhirnya) Membingungkan Anda Sendiri

Ada sebuah pekerjaan yang estimasinya bisa dikerjakan dalam waktu 10 jam, kapankah waktu 10 jam tersebut mulai dihitung dan diakhiri? Apakah dalam 1 hari? Artinya Anda mulai jam 9 pagi dan (harus) diselesaikan pada jam 7 malam di satu hari yang sama? Atau 1 jam sehari dalam waktu 10 hari? Atau 2 jam hari ini, 1 jam besok, 3 jam lusa, dst? Bagaimana jawaban Anda bila klien menanyakan hal ini? Membingungkan bukan?

Tidak Fair Terhadap Klien

Misalkan ada sebuah perusahaan start-up meminta Anda membuatkan website bagi mereka. Anda lalu bilang bahwa rate nya Rp.500rb/jam dan pekerjaannya bisa Anda kerjakan dalam waktu 2 jam. Artinya Anda akan menagih klien sebesar Rp.1 juta. Mereka setuju dan Anda-pun mengerjakannya. Dalam waktu 2 jam Anda menyelesaikannya dan ternyata klien puas. Anda lalu  dibayar Rp. 1 juta.

Minggu depannya, ada sebuah perusahaan multinasional meminta Anda mendesainkan website buat produk baru mereka, dan Anda  tahu bahwa perusahaan tersebut adalah perusahaan besar yang sangat terkenal (Microsoft, misalnya). Tingkat kesulitan pembuatan logo tersebut sama persis dengan pekerjaan Anda yang pertama tadi. Hmm.. sekarang apakah Anda akan mengatakan juga bahwa rate Anda adalah Rp. 500rb per-jam dan bisa menyelesaikannya dalam waktu 2 jam? Bila fair, Anda akan mengatakan hal yang sama dan rela logo Anda ‘hanya’ dihargai Rp.1juta (Walaupun Anda tau bahwa Anda bisa men-charge Rp.10juta ke Microsoft dan itu bukan masalah bagi mereka). Bila Anda konsisten mengatakan rate Anda Rp. 500rb/jam tapi manambah waktu pengerjaannya menjadi 20 jam (agar bisa mencapai angka Rp.10juta yang Anda inginkan itu), artinya Anda tidak fair bukan? Atau sama juga bila Anda tetap mengatakan waktu pengerjaannya 2 jam tapi rate anda Rp.5juta/jam. Tidak fair juga dan mungkin klien akan menduga Anda mengada-ada mengatakan rate Rp.5juta/jam! ?

Bisa Memancing Konflik dengan Klien

Dalam tulisannya, Chris Haddad memberikan ilustrasi yang sangat bagus. Dia mencontohkan, misalkan mobil Anda sangat kotor dan perlu dicuci. Anda berangkat dan menemukan 2 buah tempat layanan pencucian mobil. Pencucian mobil pertama menuliskan “Cuci mobil Anda sampai mengkilap – Rp.30.000”. Pencucian mobil ke-dua menuliskan “Cuci mobil Anda, hanya 1 jam – Rp.30.000”.

Bila Anda memilih pencucian mobil pertama, hanya akan ada satu hasil: mobil dicuci sampai mengkilap dan bersih, Anda membayar Rp.30.000. Anda pun puas dan senang.

Namun bila Anda memilih pencucian mobil ke-dua, akan ada 3 kemungkinan hasil:

  1. Mobil dicuci selama 1 jam. Mobil Anda mengkilap dan bersih. Anda membayar Rp.30.000. Anda puas dan senang.
  2. Mobil Anda dicuci selama 1 jam. Hasilnya ternyata tidak mengkilap dan kurang bersih, tapi Anda tetap harus membayar Rp.30.000. Bila mau mengkilap dan benar2 bersih, Anda harus menambah Rp.30.000 lagi untuk 1 jam berikutnya. Anda tidak puas. Anda tidak senang.
  3. Mobil Anda dicuci selama 1 jam. Mobil Anda mengkilap dan bersih. Anda membayar Rp.30.000, tapi Anda merasa bahwa sebenernya waktu yang diperlukan untuk mencuci mobil harusnya bisa kurang dari 1 jam. Anda tidak puas karena merasa di-charge lebih. Anda tidak senang.

Nah lo? Beresiko bukan? Dengan men-charge berdasarkan rate per-jam, bisa saja klien Anda menganggap dia telah di-charge lebih dari pekerjaan yang sebenernya bisa dikerjakan lebih cepat, bukan?

Bisa merugikan diri Sendiri

Kita tahu bahwa banyak faktor yang menentukan lancar tidaknya sebuah pekerjaan. Yang diatas kertas rasanya bisa diselesaikan dalam waktu 12 jam misalnya, pada kenyataannya bisa memakan waktu lebih. Bagaimana dengan kelebihan waktu tersebut? Apakah Anda akan men-charge-nya dengan tagihan susulan ke klien Anda? OK kalau memang mereka bisa menerima dan rela membayarnya. Nah kalau tidak, karena itu dianggap hidden-cost? Apakah Anda akan pasrah kelebihan waktu tersebut tidak dibayar dan menganggap itu resiko pekerjaan? Menurut saya, itu artinya sama dengan merugikan diri sendiri.

Freelancer termasuk jasa konsultan atau jasa lainnya?

Pekerjaan yang terkait dengan aplikasi dan desain adalah pekerjaan yang membutuhkan banyak tahapan. Sama halnya saat ingin membangun rumah, menentukan konsep, desain arsitektur, penyediaan bahan, pengerjaan dan finishing. Bahkan dalam pekerjaan fisik, ada yang namanya pekerjaan pengawasan yang  merupakan pekerjaan terpisah dari pembangunan tersebut.

Masing-masing tahapan akan dikerjakan oleh ahlinya masing-masing. Namun lain halnya jika anda ingin membangun rumah dengan konsep dan desain yang sudah ada. Paling bahan dan tukangnya saja yang berbeda, namun ini tidak terlalu mempengaruhi tingkat kesulitan dari pekerjaan tersebut.

Sampai di bagian ini, Anda pasti sudah bisa menentukan, mana yang konsultansi dan mana yang jasa lainnya. Jika klien Anda tidak mengerti sama sekali apa yang diperlukan, lalu meminta saran kepada Anda, maka rate-per jam sangat cocok karena hal ini termasuk konsultansi.

Anda bisa memberikan gagasan, ide dan pendapat untuk klien. Namun Anda juga tidak berhak untuk memaksa klien mengikuti saran Anda. Tugas Anda hanya sampai di sini.

Bila klien ingin Anda yang mengerjakan pekerjaan selanjutnya, Anda bisa memasang tarif rate per-pekerjaan (sesuai dengan kemampuan Anda). Anda hanya tinggal membangun saja, tanpa perlu pusing optimalisasi, estetika, databasenya apa, strukturnya bagaimana, alurnya bagaimana dll. Ibarat membangun rumah, Anda tinggal bikin pondasi, ngaduk semen dengan komposisi sekian-sekian, pasang batako, kusen, pintu, genteng dll. Anda tidak perlu membahas bahannya jelek, konstruksinya rapuh, tata letaknya jelek dll. Tugas Anda hanya mengikuti blueprint yang sudah ada, dan malah salah jika tidak sesuai dengan blueprint.

Tahapan ini lebih cocok dengan rate per pekerjaan. Mau pekerjaan selesai  1 jam, 2 jam atau satu hari tetap hitungan dengan per pekerjaan. Tentunya Anda lebih mengetahui estimasi selesainya pekerjaan.

Namun tidak ada salahnya Anda mengkombinasikan rate per jam dengan rate per pekerjaan.  Yang penting Anda bisa menjelaskan kepada klien, bagaimana Anda akan memasang tarif untuk pekerjaan yang akan dikerjakan.

Yang perlu Anda ketahui, konsultansi itu lebih mahal karena memberikan ide dan saran. Sedangkan Eksekutor hanya mengikuti ide tersebut.

Berdasarkan tulisan http://www.ruangfreelance.com/rate-per-jam-nope/. Diedit seperlunya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.