#TrekkingStory Pendakian Puncak Lawu Hargo Dumilah

1
4012
Halaman:
Sertakan sumber dengan jelas jika ingin mencopy. Selalu cek tanggal, karena mungkin ada beberapa artikel lama yang belum disesuaikan dengan fakta terbaru
Puncak Lawu Hargo Dumilah

Pendakian Puncak Lawu Hargo Dumilah

Menjadi acara tahunan untuk menapakkan kaki di puncak Lawu (Magetan, Jawa Timur). Setelah mengecek perbekalan yang akan dibawa, berangkat kami naik sepeda motor dari rumah jam 15.30. Jumlah kami 6 orang (gandhos, ember, miftah, pandu, tapid n aku sendiri tentunya). Karena rumah kami Ngawi (Watualang) maka jalan yang kami tempuh adalah jogorogo, kendal, panekan, magetan,sarangan, cemoro sewu sebagai tempat kami mulai pendakian. Itu adalah jalur terdekat untuk sampai ke cemoro sewu.

Sampai di paron kami mampir di Indomaret untuk membeli perbekalan dan camilan. Jalan Jogorogo-Panekan memang berliku dan naik turun, maklum termasuk kaki gunung Lawu. Jalur menuju cemoro sewu telah dibuat sehingga tidak melewati sarangan, tetapi di atas sarangan. Dari atas telaga sarangan terlihat menawan. Pemerintah mungkin sengaja membuat jalan ini bukan sekedar untuk transportasi tapi juga sebagai obyek pariwisata, banyak warung-warung kecil di pinggir jalan menuju cemoro sewu. Motor salah satu dari kami sempat berhenti karena tidak kuat, memaksa kami untuk berhenti sejenak mendinginkan mesin.

Transportasi Tradisional. Formula satu. Pendakian Gunung Lawu
Transportasi Tradisional. Formula satu. Pendakian Gunung Lawu

Kebetulan ada kendaraan F1 kuno ketika kami berhenti, fhoto-fhoto bersama yang terpikir saat itu. Perjalanan kami lanjutkan, namun sepeda motor tidak bisa membawa 2 penumpang, terpaksa salah satu turun. Jalan tersebut memang terlalu menanjak, bahkan Vega R baru yang bersama kami juga terpaksa menurunkan penumpang. Sekitar 300 m, jalan yang kami lewati agak landai sehingga kuat untuk boncengan. Udara terasa dingin.




Jam 5 lewat kami sampai di cemoro sewu. Setelah menitipkan sepeda motor (Rp. 5000/motor), kami berkumpul bersama ngopi sambil menunggu maghrib tiba.

Jam 6 masing-masing peserta dibagikan korek senter sebagai penerang. Setelah mengecek kembali semua peralatan dan perbekalan kami berangkat. Harga loket pintu masuk juga dari tahun sebelumnya tidak berubah Rp.5000/orang.

Mungkin karena bersamaan dengan libur panjang (sabtu, minggu, senin) kali ini banyak pendaki lain yang berasal dari berbagai daerah, semarang, solo, gresik, pandaan dll. Rute dari pintu ke pos 2 masih mudah dan tidak banyak menguras energi, namun setelah melewati pos 2 menuju pos 3, rute yang walupun sudah makadam, sangat menguras tenaga. Dalam pendakian, kerja sama tim adalah nomor 1, tidak boleh terpisah dari kelompok. Bila terpisah sendiri, akan berakibat fatal jika terjadi sesuatu.

Tidak semua fisik orang sama, ada yang fit ada juga yang mungkin kurang sehat. Dalam hal ini yang fit harus mengalah untuk membawa peralatan. Yang lemah harus berada di depan atau di tengah sehingga ketika butuh istirahat semuanya tahu dan bisa beristirahat bersama.

Sebelum mencapai pos tiga, saya sudah muntah-muntah. Kondisi perut kosong, seharusnya sebelum mendaki, makan nasi untuk mengisi perut. Saat itu saya puasa dan hanya minum kopi ketika buka dan langsung mulai pendakian.

Setelah makan mie instan kering dan badan terasa fit kami melanjutkan perjalanan. Belum sampai pos 3, salah seorang peserta kami muntah-muntah. Sebelum melanjutkan perjalanan, kami pastikan bahwa semuanya benar-benar siap untuk melanjutkan pendakian. Dalam perjalanan menuju pos 3, hampir setiap tikungan kami berhenti untuk beristirahat. Kurang lebih pukul 11.30 malam, kami sampai di pos 3. Kami putuskan untuk istirahat sambil menghangatkan diri dengan membua perapian. Udara memang terasa sangat dingin. Tapi lebih dingin tahun sebelumnya.

Sudah terdapat 2 tenda dalam pos 3. Kami mangkel sebenarnya. Seharusnya tidak boleh mendirikan tenda di dalam pos atau membuat perapian, sehingga pos bersih dari abu sisa perapian dan nyaman untuk memuat lebih banyak orang yang hendak istirahat. Memang jika pengunjung sepi bisa dimaklumi, tapi jikalau ramai seharusnya hal itu tidak terjadi.
Tikar kami gelar, cari kayu bakar, menyalakan parafin dan mulai kami memasak nasi. Entah kenapa setiap kami memasak nasi (tim) belum pernah bisa jadi nasi. Mungkin karena dingin atau angin yang kencang sehingga panas yang dihasilkan kurang maksimal, padahal kayu bakar kami cukup. Parafin hanya sekedar penyulut api agar lebih mudah.

Tak lama berselang, banyak rombongan lain yang datang, ikut nimbrung sambil menghangatkan badan. Air mendidih yang kami buat untuk kopi terasa tidak panas, dengan beberapa tiupan kami sudah bisa meminum kopi panas tersebut tanpa merasakan kepanasan pada lidah.

Sial, ketika hendak buang air, kaki menginjak sesuatu yang lembek, ketika ku raba, ko’ seperti kotoran... Eladalah, malam yang indah nan sial, ternyata benar “TAI”. Manusia kurang ajar, ga tau bagaimana seharusnya dengan alam. Pesan saya “JIKA BUANG AIR BESAR / B-OL / NGISING / BERAK / BUANG HAJAT, CARI TEMPAT YANG AGAK JAUH DARI PERISTIRAHATAN, SETELAH ITU TIMBUN DENGAN TANAH ATAU BATU SEHINGGA TIDAK MENCELAKAI ORANG LAIN”

Perut terasa kenyang, walaupun kurang begitu nikmat, kami bersihkan sisa tempat kami istirahat. Setelah memadamkan bara api, kami melanjutkan perjalanan menuju pos 4. Ini adalah tanjakan terakhir yang akan dilewati. Ibarat mangatakan “Kuda cepat berlari tapi Gajah lebih kuat berjalan walau lamban”. Berjalan setapak demi setapak walau lambat, akan terasa lebih mudah dan tidak banyak menguras tenaga, sebab nafas kita teratur. Ini adalah cara yang paling efektif untuk yang secara fisik kurang mampu.

Salah satu dari kami sempat terpisah dan berjalan mendahului kami, tanpa pemberitahuan. Sambil berteriak kami memanggil, namun sialnya yang menjawab malah orang lain yang berada di bawah kami. Kami sempat khawatir, namun kami putuskan untuk meneruskan perjalanan.

Sampai di pos 4, kami bertemu dengan peserta kami yang terpisah. Jam menunjukkan pukul 2 pagi, sendang drajat tinggal 1 km lagi namun kami putuskan untuk melihat sunrise dari pos 4. Kayu yang kami bawa dalam perjalanan dari pos 3 ke pos 4 sangat berguna, karena memang kayu kering agak susah di cari, terlebih saat itu malam hari sehingga sulit membedakan kayu kering dan kayu yang masih basah.

Menikmati Nikmatnya Kopi Panas di dinginnya Gunung Lawu dan kepulan asap perapian yang menyegarkan

2 teman kami sudah tidur pulas. Cuaca memang sangat bagus, langit cerah, angin bertiup tidak terlalu kencang, tidak begitu dingin. Perapian kami memang besar, karena memang kayu yang kami bawa benar-benar kering dan mramong. Sengaja saya membuat perapian di tengah-tengah, tempat kami istirahat memang seperti jalan, banyak pendaki yang baru pertama kali mendaki lawu bingung memilih jalan. Jalan selanjutnya menurun sehingga tidak terlihat, hal ini yang membuat para pendaki kebingungan ketika malam hari. Ada yang sempat berjalan jauh, karena tidak kami bertanya kami biarkan, takutnya mengira kami sok tau. Sekitar 20 menit rombongan itu kembali dan seperti kebingungan bertanya kepada kami.

Beberapa kali mendaki lawu, baru tau kalo ada sinyal Indosat di atas. Udara yang memang tidak begitu dingin menggoda kami untuk mencoba melepas baju sambil berapi-api. Sambil menunggu sunrise, kami menikmati kopi panas. Beberapa rombongan yang lewat sering ikut nimbrung menambah hangat suasana.

POS 4 - Dari sini kita bisa melihat keindahan sunrise Gunung lawu
POS 4 - Dari sini kita bisa melihat keindahan sunrise Gunung lawu

Pukul 5 pagi senja fajar mulai terlihat, merah jingga dengan langit yang cerah. Kami luangkan waktu untuk berfhoto bersama. Sekitar pukul 5.30 kami melanjutkan perjalanan menuju pos terakhir sebelum puncak. Kami memang sangat beruntung, cuacanya benar-benar cerah dan angin berhembus tidak terlalu kencang. Sampai di sendang drajat, sengaja kami tidak berhenti karena puncak tinggal beberapa ratus meter lagi. Namun sayang salah satu dari kami memutuskan untuk tidak ikut dan istirahat di sendang drajat, mau tidak mau kami meninggalkannya sendiri tanpa merasa khawatir karena banyak pendaki lain di sana.

Sendang Drajat di Gunung Lawu yang selama ini selalu mengeluarkan mata air
Sendang Drajat di Gunung Lawu yang selama ini selalu mengeluarkan mata air

 

Bunga Edelweis juga telah berkembang walau belum sempurna. Perjalanan yang begitu melelahkan terbayar sudah dengan keindahan panorama puncak lawu. Langit biru hampir tiada bercak awan putih, mentari bersinar tanpa ada penghalang sedikitpun. Banyak rombongan yang mendirikan tenda di puncak, ada pula pasangan muda-mudi.

Di salah satu sisi Puncak Gunung lawu
Di salah satu sisi Puncak Gunung lawu

 

Tidak lama kami di puncak, pukul 6.30 kami sudah melangkahkan kaki untuk turun. Beberapa teman kami sempat membawa beberapa kuntum bunga Edelweis. Sampai di sendang drajat saya sempatkan untuk membawa air dari sendang tersebut. Pukul 7.30 kami benar-benar telah meninggalkan puncak lawu. Rombongan kami terpisah menjadi 2, saya dan 2 teman saya berada di belakang sedangkan 3 lainnya berada jauh di depan.

Sampai pos 2 saya masih kuat untuk menelusuri jalan yang walaupun menurun, namun terasa sulit juga. Saat itu kondisi fisik saya benar-benar lemah, sehingga tidak bisa berjalan cepat. Setiap berjalan cepat, perut terasa mual, pusing seakan mau pingsan. Entah berapa kali saya istirahat untuk memulihkan tenaga namun sepertinya tidak begitu banyak pengaruh, saya putuskan untuk istirahat dan menyuruh teman saya untuk meninggalkan saya. Kesalahan saya waktu itu adalah tidak membawa air gula atau makanan yang manis, sehingga energi banyak terkuras sedangkan saat itu saya memaksa untuk tetap puasa. Ketika hendak berbuka. bekal yang tersisa hanya beberapa bungkus kopi susu instan. Hampir 1 jam saya istirahat sambil menunggu teman saya untuk membawa makanan. Lama menunggu akhirnya saya melanjutkan perjalanan walau sangat lambat.

Artikel Terkait :  #TrekkingStory. Pendakian Gunung Semeru via Ranu Pane

Beberapa kelokan menuju pos 1 saya bertemu 2 teman yang manyusul saya. Setelah minum teh manis hangat, tidak lama kondisi saya pulih kembali. Kabut turun menyambut kepulangan kami.

Sampai di gerbang masuk Cemoro Sewu jam menunjukkan pukul 12.30. Kata yang keluar adalah “PANAS”. Setelah merasakan dinginya puncak, dinginya udara sarangan tidak terasa dingin lagi.

Sambil merem melek kami mengendarai sepeda motor kami masing-masing. Kami memang belum tidur semenjak kemarin. Dalam perjalanan dari jauh terlihat gunung lawu tertutupi oleh kabut.

Sampai rumah pukul 15.30. Setelah mengecek barang-barang kami kembali ke pos masing-masing. Bersih-bersih diri dan terlelap. Malamnya siarang langsung Moto GP, Rossi jadi juara setelah berduel hebat dengan Lorenzo diikuti Pedrosa.

Jadwal Kegiatan
14.00 - Persiapan
15.30 - Pemberangkatan (Ngawi - Paron - Jogorogo - Kendal - Panek-an-Magetan - Sarangan - Cemoro Sewu)
17.00 - Sampai di Cemoro Sewu
18.00 - Mulai pendakian
23.30 - Istirahat di Pos 3
13.00 - Istirahat di Pos 4
06.00 - Menuju Sendang Drajat
06.30 - Sampai Puncak Lawu
07.00 - Turun
12.30 - Sampai di gerbang Cemoro Sewu
13.00 - Home
15.39 - Sampai Rumah

 

It has become an annual event for us to climb the peak Lawu (Magetan, East Java). Of course, our house is close to Mount Lawu. Approximately 45 minutes journey by motorcycle.
After checking the supplies to be brought, we took a motorcycle set off from home at 15:30. The number of our 6 people. Because our house Ngawi (Watualang) then the path we take is Jogorogo, Kendal, Panekan, Magetan, Sarangan, Cemoro Sewu as where we started to climb. It was the closest path to get to Cemoro Sewu.

At Paron (Ngawi) we stopped at the supermarket to buy supplies and snacks. The road of Jogorogo - Panekan is so beautiluf. The road to Cemoro Sewu been made so it does not pass through sarangan, but above sarangan. You will see amazing view.

We continue our journey, but it was bad, motorcycle could not carry two passengers, had one down. Approximately 300 m, the road we passed a little ramps. It was so cold for us.

For about 5, we got to Cemoro Sewu. We parked our motorcycle (IDR 5000/motor), we gathered together a coffee while waiting for maghrib arrived.

At 6 each participant distributed a flashlight as a torch lighter. After rechecking all the equipment and supplies we were off. Price booth entrance also unchanged from the previous year IDR 5000/person.
It was long weekend (Saturday, weeks, Monday) this time a lot of other climbers who come from various regions, semarang, solo, gresik, Pandaan etc. The route from the entrance to the post 2 is still easy but after passing the post 2 to post 3, very hard enaugh to pass.

Approximately at 11.30 pm we arrived at the post 3. We decided to break while warming themselves by going to the fireplace. The air was very cold indeed. But colder than previous year.

There are two tents in the post 3. It should not be set up tents inside the post or a fire, so the post clean of residual ash fireplace and comfortable to fit more people who want a break. Indeed, if the visitors understandably quiet, but when crowded it should not happen.

For some reason every time we cook the rice (the team) have never been able to be rice. Perhaps because of cold or winds that produced less than the maximum, but we are quite firewood. Paraffin just for easy ignition.

Not so long, many other groups that come, chimed in while warm. Boiling water that we made for the coffee was not hot, with a few puffs we've been able to drink hot coffee without feeling too hot on the tongue.

Damn, when about to pee, I stepped on something soft, as I conjecture, it's like dirt ... Eladalah, beautifully unlucky night, it is true "TAI". Human damn, do not know how it should be with nature. My message is "IF YOU WANT TO DEFECATE, FIND THAT LITTLE PLACE AWAY FROM resort, AFTER THAT Hide WITH STONE GROUND"

After extinguish of fire, we continued our journey to the post 4. This is the last hill that will be passed. It was like person said "The horse ran faster but more powerful when elephant walk though slow". Walk slowly and step by step though slow, will be easier. This is the most effective way for the weak of physically.

Up in the post 4, we meet with our participants separately. 2 o'clock in the morning, a kilometer from Sendang Drajat but we decided to see the sunrise from the post 4. Wood that we brought from the post 3 to post 4 is very useful, because it is somewhat difficult to dry wood in the search, especially when it's night so it is difficult to distinguish dry wood and the wood is still wet.

2 friends we've slept soundly. Weather was very nice, clear sky, the wind blowing not too tight, not so cold. Our fireplace is great, because we carry wood is completely dry and 'mramong' (java). I accidentally made a fireplace in the middle, where we break it, such as roads, many climbers who first climbed Lawu confused in choosing the path. The next street down, so not visible, it makes the climbers confusion when the night.

While waiting for the sunrise, we enjoyed hot coffee. Some people joined with us
At 5 o'clock sun began to rise. We take the time to take our picture. At about 5:30 we continued our journey to the last post before the peak. We are very lucky, the weather was really sunny and the wind is not too tight.

At Sendang Drajat, we purposely did not stop because the peak only a few hundred yards away. But unfortunately one of us decided not to participate and spring breaks at Sendang Drajat.

Edelweiss flower buds have bloomed but not yet perfect. The trip was so tiring already paid off with a beautiful view of Lawu peak. Almost no patches of blue sky white clouds, the sun shines no obstacles at all. Many groups are setting up camp at the top, there are also young couples.

Just a moment we were at the peak, at 6.30 we were go down. Some of our friends had brought some flowers Edelweis. I spend to bring water from Sendang Drajat. At 7:30 we really have left the summit of Lawu. Our group split into two, me and two of my friends are behind while the other 3 are far ahead.
Arriving at the entrance Cemoro Sewu clock showed 12:30. The word that comes out is "HOT". After feeling cold of peak.

At 15.30 we were at home. After checking our luggage back to their posts. Clean-up and fell asleep. At night watching Moto GP champion Rossi after a terrific duel with Lorenzo followed by Pedrosa.

Schedule of Events
14.00 - Preparation
15:30 - Departure (Ngawi - Paron - Jogorogo - Kendal - Panek-an-Magetan - Sarangan - Cemoro Sewu)
17.00 - At Cemoro Sewu
18.00 - Starting the climb
23:30 - Rest at Pos 3
13.00 - Rest at Pos 4
06.00 - Towards Spring Drajat
06:30 - The Peak Lawu
07.00 - Down
12.30 - Arriving at the gate Cemoro Sewu
13.00 - Home
15:39 - The House

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.