17:00 WIB. Pondokan-Pendakian Puncak Gunung Welirang
Pos 3. Pondokan. Pondok Petani Belerang ( Dari sini yang ke kiri Arjuno yang keekanan (lurus) Welirang). Pendakian Gunung Welirang
Waktu terasa begitu lambat beerjalan, menuntun kami sampai tiba di pondok tempat para petani belerang menginap dan mengais rejeki dari dinginnya puncak welirang yang penuh dengan tambang belerang.
Pendakian sementara kami hentikan. Puji Tuhan yang Maha Rahman. Kami mendapat sebuah pondok kosong untuk tempat kami menginap malam itu. Kami memang tidak membawa tenda sebab memang tidak punya. Bersama ca Udin, ember, ambon dan miftah kami secepat mungkin membersihkan tempat dan mencari kayu bakar, takut keburu gelap. Sebilah parang yang kami bawa benar- benar sangat membantu kami untuk membelah kayu pinus yang masih berbentuk gelonndongan.
Saat sore menjelang magrib dan Isya, suasana begitu berbeda, sangat dingin dan menusuk tulang.
Panasnya air kopi dan mie rebus tidak begitu berpengaruh, kalah dengan dinginnya udara. Satu persatu dari kami masuk ke pondok, sampai saya yang terakhir berada di luar. Gelap mencekam dan dingin menggigit. Setelah membersihkan perapian agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kami inginkan ketika kami tidur, saya merebahkan tubuh saya di paling pinggir dekat pintu. Perapian yang masih menyala tidak banyak memberi panas yang cukup sehingga terasa sangat dingin.
02:00 WIB. Prepare Summit Attack-Pendakian Puncak Gunung Welirang
Saya bangunkkan teman-teman. Api pun menyala dengan sebuah panci di atasnya. Hemmmm nikmat, walaupun agak kotor karena bercampur dengan abu tapi tidak masalah bagi kami, karena tidak terlihat.
03:00 WIB. Start Summit Attack-Pendakian Puncak Gunung Welirang
Pondok pun kami tinggalkan.......... melanjutkan pendakian puncak welirang yang tinggal beberapa kilo lagi.
Rute pendakian memang sulit, mungkin karena banyaknya debu / tanah humus kering yang kalau diinjak, maka 1 cm dari kaki akan tenggelam dalam debu, dan debu yang berterbangan sangat mengganggu pernafasan, walaupun tidak begitu terlihat dikarenakan malam hari.
Senja merah di fajar timur mulai terlihat, ketika kami mulai benar2 memanjat tebing gunung
Melihat matahari terbit adalah yang ditunggu-tunggu, walau belum sampai puncak, namun pemandangan terlihat sangat luar biasa.
Saya sempat muntah entah berapa kali. Setelah hampir 1 tahun puasa, hari itu saya membatalkan puasa sampai artikel ini ditulis.
06:00 Puncak Gunung Welirang
Kami sampai di puncak welirang yang arealnya luas dengan semburan gas yang menghasilkan belerang. Gasnya memang panas, tapi bunga belerang yang dihasilkan terasa dingin. Seperti kebiasaan, kami langsung bagi-bagi tugas, cari kayu bakar membuat perapian dan memasak mie rebus.
Kawah gunung welirang sangatlah dalam, saya sempat heran, itu orang yang dibawah turun lewat mana. Tidak tau persis berapa kedalamannya, yang pasti orang yang dibawah tampat sangat kecil.
Diiringi tawa canda temen-temen semakin menambah hangat suasana walau udara terasa dingin, namun tidak sedingin Lawu.
Ladang Belerang mata pencaharian
Setelah puas, dengan berat hati kami meninggalkan puncak menuju tambang belerang yang ternyata tidak kalah indahya. Tampak kepulan asap keluar dari bebatuan warna kuning. Aroma yag tercium benar-benar belerang, sangat menyengat hidung dan membuat kami menahan nafas jika melewati kepulan asap tersebut.
Dengan membawa cerita dan semangat baru kami menapakkan kaki, setapak demi setapak melewati jalan yang biasa dilewati petani belerang.
Kami sengaja mengambil rute jalan yang berbeda ketika pulang, jalan agak landai dan tidak lagi melewati tebing.
Bunga Edelweis yang mekar tidak seindah di Puncak lawu. Mungkin karena hawa belerang dan cuaca yang kurang dingin.
Ladang Belerang Di Gunung WelirangSampai di Pondok Sekitar pukul 11 siang, bersih-bersih diri karena debu yang menempel di sekujur tubuh. mulai dari ujung kaki sampai pangkal paha semua berdebu. Tapi percuma juga sebab jalan berdebu masih harus kami lewati sekitar 500 m lagi. Air minum habis sudah. Sebenarnya 3 botol / orang sudah cukup, namun karena terlalu berat terpaksa dikurangi 1 botol perorang dan di simpan di semak2 jauh dibawah.
Kami sampai di perumahan penduduk. Minum teh hangat setelah membersihkan diri terasa sangat menenangkan. Capek dan lelah seakan terbayar.
Mulai meninggalkan Tretes menuju pandaan. Sampai akhirnya sampai di bungur.
Sekali lagi kami mujur, bus Mira Ac yang kami tumpangi kosong sehinga benar-benar sangat tarasa nyaman.
#djafa